Tips buat jadi “tempat sampah”
(baca : tempat curhat)
Dalam pelajaran SD
saya di ajarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial (artinya manusia itu
membutuhkan orang lain untuk membantunya dalam setiap masalah yang di
hadapinya, baik bantuan secara materi maupun secara perasaan)
Nah untuk itu saya
ingin berbagi beberapa tips menjadi curhat dari pengalaman saya yang saya
sarikan menjadi beberapa nomor penting, dan inilah beberapa hal itu :
1.
Pastikan tempat dan waktunya tepat
Karena
waktu dan tempat adalah hal yang paling mendasar sebagai hal yang di pentingkan
dalam kebutuhan curhat (umumnya begitu, agar kenyamanan terjaga) misal bertemu
di kafe X di hari Jumat (misalnya)
2.
Buat janji yang tepat
Membuat
janji kepada si “penadah” (istilahnya kaya berbau kriminal banget ya hahaha :p
) soalnya yang mau curhat itu juga setidaknya harus menghargai kita sebagai
kuping yang mau mendengarkan isi hatinya (ini beda dengan gila hormat lho)
namanya juga minta tolong dan bersifat tanpa bayaran (tanpa terikat biaya = di
komersilkan)
3.
Jadilah telinga yang baik
Menjadi
telinga yang baik adalah salah satu dasar (bahkan bisa di katakan senjata
seorang “tempat sampah”) ketika kita bisa dengan bijak menggunakan kedua
telinga kita dan dengan seksama mendengarkan apa yang di ceritakan kepada kita,
maka orang akan sangat terbantu meski kita hanya mendengarkan tanpa sedikitpun
memberikan nasehat (kata seorang tokoh psikologi “Carl Rogers” dengan teori
“Person Centered”nya di katakan bahwa manusia di berikan kemampuan untuk
memecahkan masalahnya sendiri, sehingga nasehat, petuah dan sesuatu yang
berhubungan dengan hal semacam itu sebenarnya kurang di perlukan.) kadang kala
juga ada orang-orang yang hanya ingin di dengarkan curhatnya tanpa harus di
beri nasehat, kecuali ia meminta kepada kita.
4.
Membaca literatur / tulisan tentang konseling
Hal
ini sebenarnya hanya menjadi tambahan untuk kita yang benar-benar ingin
menerjunkan diri kita sebagai seorang “tempat sampah” yang baik dan juga
sebenarnya membaca literatur tentang konseling bisa menambah wawasan kita
tentang bagaimana menajdi seorang tempat sampah (tempat curhat) yang baik dan
lebih professional (meski kita berlatar belakang pendidikan yang berlainan
dengan pendidikan dasar psikologi atau konseling)
5.
Belajar untuk berempati
Perasaan
merasakan apa yang di rasakan orang lain seperti yang ia rasakan di perlukan
dalam melakukan sesi menjadi “tempat sampah” namun ada kalanya memang ketika
berempati kadang ada yang memang hanya sekadar berempati secara wajar ada yang
sampai benar-benar merasakan bahkan lebih dari yang si pencerita rasakan
(namanya juga empati, salah satu dorongan emosi dalam diri manusia) kalau toh
sama sekali kita belum bisa berempati yang perlu kita lakukan adalah belajar
dan berlatih untuk itu.
6.
Ucapkan trimakasih
Kenapa trimakasih ?
Harusnya kita yang biasanya mendapat terimakasih dong ? Kok jadi kita yang
bertrimakasih kepada orang yang membebani kita dengan masalahnya ? Sederhana
tapi bermakna... karena kita di berikan kepercayaan untuk menerima rahasia
hatinya (pengalaman saya, pernah lho ada adik kelas yang baru di kenal 2-3
mingguan udah mau cerita tentang masalah keluarga sama saya, dan saya sampai
sekarang berhubungan baik dengan dia) so bertrimakasihlah bahwa kamu adalah
brankas rahasia hatinya (meski mungkin ia pernah bercerita kepada yang lain,
tapi kamu menjadi salah satu brankas yang dia bisa percayai)