Powered By Blogger

Rabu, 24 September 2014

Realita Vs Opini Massa





Pernahkah kalian mendengarkan seseorang mengatakan bahwa semisal ia makan di sebuah warung kopi X dan akhirnya dia mengatakan bahwa warung kopi di situ pemiliknya galak dan kurang ramah, atau harganya mahal dan kurang enak. Sedang bagi sebagian orang yang makan dan menjadi pelanggan di sana bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Begitulah hal yang saya alami kemarin saja, ketika saya sedang berada di dalam kelas berbicara jepang level menengah satu bersama seorang sensei yang (nuwun sewu) di doktrin sebagai seorang sensei yang “totemo kibishii” (sangat galak) dan jahat, dan segala yang kurang patut di hadapkan ke padanya. Padahal ? ketika saya baru belajar pada beliau dalam dua kali pertemuan saya bisa menilai beliau bahwa memang ketika beliau mengatakan

“saya teh memang bisa di bilang kibishii, tetapi saya sih cuek aja kalau kalian mau bilang apa saja sama saya, peduli amat ? Gaji saya teh tetap yah ?”

Begitulah kira-kira ungkapan yang di ungkapkan oleh sensei (dosen) saya saat mengajar kami, maka dari itu saya ingin mengangkat sebuah realita dan opini massa yang kadang-kadang jauh berbeda.

Karena terkadang apa yang di katakan seseorang dengan realitanya itu sungguh berbeda, maka apa penyebabnya ? Apa yang membuat itu berbeda dan apa yang membuat itu terasa menyakitkan ? adalah...

1.      Bagaimana kita menangkap dan menanamkan segala sesuatu yang kita terima sebagai sesuatu yang membangun diri kita ataukah malah membuat kita semakin terpuruk ?

2.      Ketika kita mengalami fase yang menyudutkan sekalipun, bagaimana cara kita memahami hal itu memengaruhi apa yang kita lakukan nantinya.

Dan ketika kita bisa memberikan sebuah opini tersendiri yang memang memberikan dampak yang berbeda dan dampak itu justru menguntungkan posisi kita (meskipun posisi itu seakan menyulitkan dalam arti yang belum mampu di pahami oleh diri kita dan maupun orang lain), maka percayalah bahwa apapun yang engkau lakukan atau engkau berikan, semua itu boleh menjadi hal yang baik dan percayalah bahwa semua itu menjadi sebuah keuntungan besar nantinya :D

Aamin :D

Orang Tua Adalah Teladan Anaknya





Pernahkan anda mendengar ungkapan “air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga” atau “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” sebuah ungkapan yang sebenarnya sama-sama menggambarkan bahwasanya seorang anak itu mengikuti atau meneladani apa yang ia copy dan yang ia serap lalu tanamkan di dalam dirinya sebagai sistem kepercayaan (belief system) dan sebagai gambaran diri (self image) yang ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

Meskipun secara genetika, bahwa ½  gen ibu turun ke anak laki-laki dan ½ gen ayah turun ke dalam diri mereka secara kimiawi, namun ½ bagian lagi adalah bawaan dari diri mereka sendiri. Meski begitu karakter juga terbentuk dari lingkungan kehidupan mereka yang paling terdekat dan paling pertama yaitu keluarga, kenapa ? Karena sebelum mereka mengenal dunia dan melihat dunia dari jendela kamar masing-masing, keluarga adalah agen sosial pertama dan terutama serta yang paling dekat dengan individu itu sendiri.

Meskipun kadang saya sendiri menganggap bahwa betapa luar biasa galaknya kakak perempuan saya, dan kadang betapa menjengkelkannya nasehat papa saya, juga kadang betapa nyebelinnya permintaan mama saya yang kadang menggelikan juga untuk di laksanakan (meski itu adalah asumsi saya, logikannya tidak).

Namun keluarga adalah agen sosial pertama dan terutama dalam hidup tiap individu.

Contohlah bahwa anda memiliki pasti teman kerja, rekan seprofesi, rekan sehobi, sahabat, keluarga. 

Dan ketika anda capek, ketika anda butuh istirahat, ketika anda tidur, beraktifitas, rumah siapakah yang anda tuju ? Apakah rumah sahabat anda ? Rekan kerja anda ? Atau rumah anda ? Dimana keluarga berkumpul di situ ? (meskipun itu PIM = Pondok Indah Mertua sekalipun ?)

Dan seperti kutipan kata mutiara yang mengatakan :

“seburuk apapun, semiskin dan semenderita apapun kehidupan keluargamu, tetapi api dalam bara yang merahpun tak bisa menggantikan kehangatan dari hangatnya berkumpulnya sekelompok manusia dalam hubungan keluarga.”

Maka ketika seorang anak yang ingin pulang dan mendapati kehidupan keluarganya berantakan, dan dia lalu lari ke narkoba dan kita menyalahkan dia karena keluarganya aja gak bener, apa lagi anaknya makin gak bener ! Kitalah yang seharusnya MALU !

Ada sebuah contoh yang nyata, saya dapatkan ini ketika saya sedang ngopi pagi sebelum saya pergi ke klinik tempat saya bekerja. Saat itu saya tak sengaja memberi nasehat kecil pada seorang anak tetangga yang memang cukup akrab dengan saya, dan tanpa sengaja terlontar sebuah kalimat dari mulut saya yaitu :

“Amit-amit kalau nanti membesarkan anak, anakku nakal dan manjanya minta ampun.” Begitulah kira-kira kalimat yang terlontar dari mulut saya ini.

Setelah seorang bapak yang dari tadi diam mendengarkan celotehan saya, dia mulai memberikan respon terhadap apa yang saya katakan...

Intinya ketika saya memberitahu bahwa saya masih 19 tahun, bapak itu lantas mengatakan.

“Semua itu kembali lagi mas ke orang tuanya...” sebuah kata yang cukup bijak dan memang sangat dalam untuk saya renungi setiap hari selama saya belum mendapatkan cinta dari seorang jodoh yang sesuai.

Dan dia menambahkan sebuah cerita yang cukup mencengangkan, bahwa temannya dia, teman satu perjuangannya itu mendapati anaknya ternyata mencuri uang ibunya sendiri sebanyak $.10.000 ??? WOW jumlah yang cukup mencengangkan !!!

Namun setelah saya dapatkan informasinya, ternyata ??? Dia kabur selama 3 hari di sebuah mall warnet hanya untuk menghabiskan $. 10.000 tersebut, dan yang mencengangkan adalah dia mengatakan bahwa dia melakukan seperti itu karena meniru apa yang di lakukan oleh bapaknya.

Sungguh mengenaskan namun mau bagaimanapun anak tetaplah hasil buah perbuatan dari orang tua mereka, namun ketika kita menanamkan kebaikan maka kiranya kita boleh menuai yang baik nantinya, aamin.

Belief System Haruskan Lari Dari Realita ?




Anda pernah mendengar istilah bahwa ketika cinta melekat bahwa tai kucing rasa coklat ? Ya memang itu adalah sebuah perumpamaan bahwa ketika cinta sedang getolnya di rasakan maka apapun yang terjadi bak gunungpun kan di daki, laksana tsunami kan di terjang dan badaipun kan di lewati, namun ketika di tanya “kenapa kemarin gak jadi datang ke rumahku ?” dan hanya senyum sambil di jawab “kan gerimis sayang” #Gubrak -___-

Dalam hal ini saya ingin menuliskan opini saya tentang “selief system” dan realita, untuk anda yang menjadi praktisi hypnosis atau belajar hypnosis pasti mengetahui istilah di atas, namun agar anda yang belum mengetahui arti istilah di atas saya ingin menjelaskan sedikit tentang “belief system.”

“adalah suatu sistem / ajaran yang tertanam di dalam diri manusia dan ada di dalam bawah sadar manusia sebagai suatu nilai yang berlaku hingga saat ini, karena berasal dari apa yang sudah di tanamkan sejak mungkin dari dalam kandungan”

Contoh :
Seorang yang memiliki keyakinan tinggi terhadap agama yang di anutnya, misalnya Islam. Dan di suruh berpindah agama lain atas dasar paksaan, sudah di pastikan dia pasti menolak karena Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi dasar yang kuat yang sudah menjadi pondasi awal sejak dia kecil.

Dan setelah mengetahui apa yang menjadi arti kata di atas, saya bisa lebih mudah melajutkan ke paragraf berikutnya.

Setelah mengetahui apa itu belief system, saya ingin membahas tentang hal itu apa kaitanya dengan realita dan apakah harus lari dari realita ?

Secara gampangnya saya katakan HARUS sesuai dengan realita (terutama penanaman tentang belief system yang baru), karena jika itu bertentangan dengan realita yang terjadi dan tetap di paksakan untuk di tanamkan maka kan terjadi sebuah permasalahan yang di sebut “fake false memory” (memori palsu yang salah).

Contoh untuk kasus ini seperti yang di alami oleh Bapak Anand Krisna, karena di tuduh melecehkan seseorang dan ketika di tanyakan kebenarannya terjadi kejanggalan yang terjadi, antara bukti dengan kesaksian ada sesuatu yang ganjil terasa. (untuk kasus lebih lanjut silahkan cari sendiri tentang permasalahan kasus Anand Krisna).

Contoh lain adalah :

Ketika banyak orang yang merokok dan mengepulkan asap hitam pekat yang sangat mengganggu beberapa orang yang bukan menjadi perokok, dan lalu munculah peringatan di setiap bungkus rokok sebuah peringatan misalnya “merokok membunuhmu” dan berbagai peringatan yang lain yang sebenarnya bersifat membodohi menurut saya sih (meskipun memang saya menyarankan anda yang ingin berhenti untuk merokok pada ebook saya “self stop smoking” menggunakan metode subminal message, namun yang saya sarankan hanya gambarnya saja yang di gunakan tanpa tulisannya).

Kembali lagi ke awal pembicaraan kenapa saya menganggap kalimat itu membodohi ? Ya jelas saja sebenarnya membodohi, meskipun itu realita (bahwa rokok itu memiliki zat beracun yang mampu meracuni darah dan berbagai organ tubuh, namun penggunaan tulisan itu malahan justru menurut saya memberikan efek seakan rokoknya yang salah, dan produsen rokok harus berhenti berjualan saja.

Dan jika masih ingin berjualan maka, di setiap bungkusnya harus di tempeli kenyataan bahwa nantinya para perokok harus menderita seperti itu. Meski realita begitu namun sebenarnya tak harus seperti itu lah, seakan rokoknya yang menjadi kambing hitam dan bukan saya mendukung para perokok (karena cara berhenti untuk merokok sudah saya jelaskan di ebook saya).

Dan kadang kesalahan seorang therapist adalah mendogma bahwa rokok itu jahat, rokok itu membunuhmu, dan ini dan itu, itu memBODOHi sangat menurut saya. Karena memberi pengertian seperti itu justru kurang memberikan efek jera dan justru malah parahnya adalah ketika mereka mengetahui kenapa rokok ini rasanya pahit dan jadi kurang sedap jadilah mereka menemukan penyebab dan kembali merokok, dan apa yang harus di lakukan sudah saya sediakan petunjuknya menurut opini saya di ebok saya yang tadi sudah di jelaskan. Yang intinya berikanlah opsi lain yang baiknya memberi pemberdayaan dan juga adalah opsi yang di buat tanpa memberikan efek menjelek-jelekan suatu hal lain sebagai kambing hitam.

Maka penanaman sebuah belief system haruslah :

Sesuai dengan realita (maksudnya adalah ketika di tanamkan harusnya memberikan pemberdayaan tanpa menjelekan dan membuat pengertian jahat suatu hal / suatu benda) dan juga sugesti itu memberikan efek dimana seseorang mampu menerimanya dengan sukacita dan damai tanpa nantinya menyalahkan dirinya atau orang yang membantunya apabila belief system yang di tanamkan ini ia langgar sendiri.

Kalau di tanam sendiri maka ketika ia langgar atau ia rasakan sebagai sesuatu yang mustahil, maka sebelum di tanamkan belief system, hendaknya ia memilah dan memilih apa yang baik dan apa yang buruk sebelum ia tanamkan terhadap dirinya sendiri (Reframe).

Sekian tulisan dari saya dan sampai jumpa dalam tulisan berikutnya, banyak kekurangan mohon di maafkan ya.

Rabu, 17 September 2014

Benar Tahu atau Sok Tahu serta Ingin Tahu



Benar Tahu atau Sok Tahu serta Ingin Tahu


Pernah anda bertemu dengan seseorang yang begitu pintar, sehingga apa yang dia kerjakan dan dia lakukan sangat berpengaruh dalam dunia yang di jalaninnya sebagai seorang praktisi professional, padahal dia sendiri merasa bahwa apa yang di lakukannya masih belum ada apa-apannya.

Dan pernahkah anda bertemu juga dengan orang yang benar-benar ingin menjadi seseorang yang di kenal benar-benar tahu namun pada akhirnya apa yang ia lakukan dan apa yang ia kerjakan malahan menjadikan dia sebagai pribadi yang sok tahu ?

Begitulah pengalaman hidup saya saat itu (lewat cerita paragraf kedua) sangat menggambarkan diri saya yang inginnya di kenal, inginnya juga saya di anggap benar tahu atas apa yang saya pelajari, namun malahan apa yang saya dapatkan dan apa yang saya lakukan malahan di anggap sok tahu dan saya sendiri merasa seperti orang dungu yang membuat diri saya semakin merasa tidak tahu tapi seakan tahu (sok tahu banyak hal).

Tetapi dengan menjadi orang yang sok tahu banyak hal yang bisa saya petik beberapa di antaranya :

1.      Menjadi seseorang yang di kenal mengerti akan segala sesuatu namun sebenarnya terlihat dungu oleh praktisi senior dan dungu karena membodohi diri sendiri.

2.      Membuat diri kita sebenarnya menutup diri kita terhadap apa yang sebenarnya benar dan apa yang sebenarnya keliru

3.      Membuat diri kita seolah-olah benar dalam segala sesuatu namun sebenarnya asumsi kita dengan kebenaran yang seungguhnya perbandingannya 1 : 10

Sedangkan ketika kita menjadi pelaku yang rendah hati dan merasa ingin tahu malahan menjadikan kita menjadi pribadi yang seperti ini :


1.      Apapun kritikan dan saran yang anda dapatkan menjadikan diri anda lebih baik dari sebelumnya.

2.      Ketika anda belajar dari kesalahan anda, anda malah mengingat dengan jelas apa yang anda dapatkan dan apa yang anda lakukan sebelumnya karena anda keliru.

3.   Dengan belajar merendahkan hati saya percaya Tuhan boleh menambahkan apa yang anda sebelumnya belum mengerti dan belum pahami sebagai sesuatu yang nantinya boleh anda lebih pahami (entah dengan bantuan orang lain atau lewat sebuah ilham).

Maka ketika anda lebih menjadi pribadi yang ingin tahu dan merendahkan diri serta mau belajar dari apapun yang anda ingin pelajari, meski itu adalah sesuatu yang sulit sekalipun saya percaya bahwa anda nantinya boleh di mampukan olehNya :) Selamat belajar :D.