Pagi itu, kubuka
pagiku dengan bersyukur atas karunia
sang pencipta karena masih memberikanku nafas kehidupanNya kepadaku, masih
dalam keadaan belum sepenuhnya kembali kesadaranku aku mulai berjalan ke warung
di sebelah rumahku dan mulai merobek sebungkus kopi dan menyeduhnya untuk ku
nikmati di pagi hari yang sungguh indah ini.
Ku lirik jam
dinding yang menatapku dengan tatapan sinis, seakan menunjukan bahwa “waktumu
di rumah untuk bersantai sudah berakhir, segeralah mandi dan bersihkan
dosa-dosa yang menempel di tubuhmu !!!” begitulah jam dinding rumahku
memberikan arti tatapan sinisnya.
Dan, aku mulai
melangkah menuju tempat istimewa... ya... “kamar mandi” adalah tempat istimewa
bagi hampir sebagian bahkan seluruh orang yang ada di seluruh belahan dunia,
entah kenapa itu memang berlaku dan memang begitulah ketetapannya. Jika kamu
belum percaya, maka buktikanlah ! Karena di dalam ruangan ini, manusia akan
memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya dan tak bisa menutupi apapun di dalam
dirinya.
Bagi sebagian
orang, kamar mandi sendiri adalah tempat untuk mengekspresikan berbagai
kegiatan yang tidak bisa di ekspresikan ketika bersama orang lain.
Eits... kalau
kalian berpikir porno berarti kalian salah besar terhadap maksudku, dan ada dua
kemungkinan, bahwa...
Kalian memahami apa
yang sedang aku maksudkan karena memang input dan output nya yang berbeda,
atau... kalian tidak pernah mempelajari linguistik...
Ah sudahlah, nanti
malah panjang urusannya. Sebenarnya yang aku maksud adalah semisal menyanyi di
kamar mandi, adalah kegiatan yang pasti sering di lakukan oleh hampir semua
orang di dunia ini. Karena ini adalah kegiatan ternikmat saat berada di kamar
mandi, sambil menikmati segarnya air mandi dan harumnya bau sabun mandi yang
membersihkan segala dosa yang menempel pada hari sebelumnya.
Bicara soal
menyanyi di kamar mandi, kegiatan ini selain menjadi kenikmatan tersendiri bagi
para penikmatnya, mungkin hanya kegiatan inilah yang paling bisa mengusir rasa
sepi karena sendiri di kamar mandi. Atau jika air mandimu berasa sedingin es,
mungkin hal inilah yang bisa kamu lakukan untuk mengusir rasa dingin yang mulai
menusuk tulang-tulangmu.
Ah sudah, kita
langsung ke inti saja, karena bawah sadarku sudah mengingatkan ku bahwa hari
ini aku harus datang ke klinik tempat aku bekerja sebagai hypnotherapist, dan
mulailah aku mengganti bajuku, memasukan laptopku, memakai jaket angkatan yang
bertuliskan “Nihon no Bungaku” yang kurang lebih artinya “Sastra Jepang,”
karena ya di situlah aku berkuliah dan mendapatkan siraman berbagai ilmu
kehidupan yang bagi mahasiswa lain mungkin hanya sebagai sebuah sekolah bahasa
biasa, tetapi tidak buatku.
Di sastra Jepang
Sendiri aku mendapatkan banyak sekali ilmu kehidupan, mulai dari siapa orang
yang mau bersusah dan berjernih denganku, siapa yang mau bersama denganku saat
aku bicara di depan mukanya, siapa yang mau mendengarkan celotehku, dan masih
banyak ilmu kehidupan yang aku sudah serap dan aku terima serta aku aplikasikan
dalam kehidupan kampus mahasiswa fakultas ilmu budaya.
Sebagai
hypnotherapist sendiri aku secara pribadi di tuntut untuk bisa menjadi orang
yang fleksibel dan supel kepada semua orang, entah itu tukang becak yang datang
untuk hanya sekadar celoteh tentang masalah pendapatannya di hari itu, hingga
seorang milyader yang mungkin datang untuk menceritakan kenakalan anaknya yang
melebihi sifat malaikat Tuhan yang di usir dari sorga karena keangkukannya, yup
melebihi “Lucifer.”
Namun entah kenapa
memang seakan Tuhan sudah menggariskan kehidupanku menjadi seorang konselor,
dan aku juga tidak serta-merta menolaknya kok, justru aku malah menikmati
kehidupanku sebagai seorang konselor dan hypnotherapist. Sejak dari sd aku
merasa aku senang dan ingin sekali menjadi pemecah permasalahan seseorang, di
smp aku memiliki banyak adik-adik perempuan yang sering aku bantu dalam
permasalahan mereka.
Yah maklum aku
sendiri saat smp bukan anak yang cukup populer, karena yah... motor gak punya,
duit gak punya... ganteng juga enggak... mau pamer apa ?
Bahkan aku memulai
awal karirku sebagai vokalis band di smpku, itu saja gak terwujud menjadi
sesuatu yang membuatku famous, karena aku saat itu masih “shy-shy cat” alias
malu-malu kucing jika berada di depan banyak lautan manusia.
ku langkahkan kaki
menuju seni yang lain... “sulap” sebuah seni yang akhirnya menjadi perantauan
bagi jiwaku yang masih mencari-cari apakah aku berbakat di seni ini ? dan dari
sinilah aku mulai berkenalan dengan “seni komunikasi persuasif” aliasnya
hypnosis ini.
tapi aku lebih suka
orang mengenalku sebagai seorang penulis, banyak kok karya yang sudah aku buat,
hanya saja namaku belum sepopuler nama sastrawan dan penulis lainnya, dan juga
karyaku ini sifatnya opensource (eh bener gak ya istilahnya gratis tu ini,
hehehe).
Ku mulai
perjalananku dengan mencium tangan dan pipi eyang putriku, dan mengambil helm
serta mulai mengeluarkan motorku, dalam hati aku berkata... “Halo dunia !!!
selamat pagi !!!”
Menyusuri jalanan
menuju ke tempat di mana aku bekerja sudah biasa ku lakukan dengan menggunakan
motor yang memang di berikan oleh bosku sebagai hadiah karena aku tidak mungkin
meminjam motor miliknya selalu, dan motorku ini pun ada sejarahnya, begini
singkatnya :
Saat itu aku pergi
ke klinik seperti biasa dengan di jemput oleh seseorang yang di suruh oleh bosku,
dan saat datang ke sana aku langsung menyambar komputer yang ada di dalam
ruangan hypnotherapy, “facebookan dulu ah” begitulah aku berkata dalam hati,
soalnya memang di sini ada internet aksesnya, lumayan lah... hehehe.
Saat aku sedang
bermain facebook, aku mendengar bosku dengan salah satu pegawai istrinya
berbincang-bincang soal motor matic, dan sekadar bercanda dalam hati aku
mengatakan... “coba kalau salah satu motornya itu buat aku” hanya sebuah
pikiran sederhana seorang mahasiswa biasa, hehehe.
Dan di hari itu
katanya ada klien yang datang untuk melakukan konseling dan hypnotherapy pada
kami, ternyata seorang oma-oma china yang datang. Yah siapapun yang datang
harus di terima dan di sambut dengan baik bukan ? Ya sudah akhirnya aku
berusaha dengan kemampuanku yang terbatas dan memang aku juga baru memulai ini
kan ?
Dan jujur saja
“3600 detik” itu bukanlah waktu yang sebentar untukku, karena menjadi pendengar
yang baik seperti yang aku tuliskan dalam karyaku “The art of listening” itu
tidak semudah kelihatannya dan tidak semudah teorinya... pasang kupingmu dan
selesai...
Gak semudah itu
ya... karena kupingmu juga berkorelasi dengan otakmu yang akhirnya memproses
bagaimana informasi yang masuk, dan di cerna lalu di proses sebagai output atau
sebagai rasa yang nantinya membuat gerakan tersembunyi seperti kaki yang di
hentak-hentakan di lantai atau tangan yang mengetuk meja, itulah tanda bahwa
kita sedang geli-geli basah “gelisah.”
Tapi ya berkat
kuping yang boleh tetap menempel dan mendengarkan celotehan repetisi ala
oma-oma, maka lahirlah motor itu saat aku menerima sebuah sms yang berkata
“kamu mau motor warna apa ? tak tukoke,” bagai ketiban durian runtuh (kata
orang gitu, padahal aku ndak suka durian) eh aku langsung kaget dan aku berkata
“Tuhan engkau memang memberikan ku kesempatan untuk bisa belajar dengan
kehidupan ini, trimakasih Tuhan.”
Sesampainya di
depan gang menuju ke klinik aku bingung kenapa ada bendera kuning terpasang,
dan bawah sadarku memberitahu sebuah informasi bahwa itu tanda orang meninggal
di daerah semarang, dan pada akhirnya aku mengerti kenapa sebelum aku berangkat
seorang teman yang juga sama-sama therapist sudah memberi pesan “mas aku di
depan alfamart dekat klinik” jadi ini to yang menyebabkannya ?
Sebenarnya aku sudah
pernah merasakan kehilangan dan merasakan suasana duka kehilangan anggota
keluarga, tapi kejadian itu sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Pertama
kehilangan eyang putri lalu di susul eyang kakung (dari pihak papa). Dan
kejadian itu tidak pernah membuatku lupa akan apa yang memang sudah beliau
lakukan terhadap keluargaku, mulai dari jasa-jasanya sampai hal yang... ah
sudahlah tak perlu di bahas...
Aku memutuskan
untuk duduk-duduk sebentar dan bercanda bersama temanku ini, tanpa basa-basi
aku segera mengambil tindakan dengan mengambil arah berputar ke tempat tujuan
awal. Saat mendekati klinik tempat aku bekerja, terlihat bahwa tenda hijau
sudah menghiasi depan rumah duka.
Segera ku parkir
motorku dan aku mulai menuju tempat di mana aku harus memposisikan diriku, aku
pun memulai pembicaraan dan saling bertukar pikiran dengan temanku ini, sambil
menunggu seorang bapak yang juga bekerja sebagai assistent bosku di klinik ini.
dalam beberapa menit setelah aku bertemu dan beliau duduk di sebuah ranjang
tempat pasien stroke nantinya berbaring, bosku datang.
Dan setelah rapat
beberapa menit, kami mengambil posisi kami masing-masing untuk bekerja juga
saling tukar pikiran, sambil aku sedikit menyadari bahwa di depan klinik sudah
mulai banyak lautan manusia bermunculan, karena penasaran aku mulai melihat
saat upacara penghormatan di lakukan kepada almarhum.
Dan baru aku
menyadari bahwa beliau adalah salah satu pejuang perebut kemerdekaan RI yang
masih hidup di era milenium, namun Tuhan berkehendak lain ketika ia harus di
jemput pada hari minggu pada jam satu, dan akhirnya ia mangkat sebagai kesuma
bangsa, bahkan ada ritual yang menurutku aneh, yaitu para keluarga memutari
keranda almarhum beberapa kali, ya sudah mungkin itu tradisi.
Bahkan aku sendiri
yang tidak mengenal siapa beliau secara dekat, ikut memberikan penghormatan
dengan mengangkat tanganku ke dekat dahi dan membentuk sudut empat puluh lima
derajat laksana upacara bendera dalam menghormati inspektur upacara. Namun aku
menyadari bahwa ia memanglah pahlawan tanpa pamrih, karena siapa yang mengharap
tanda jasa saat merebut kemerdekaan ? Boro-boro tanda jasa, bisa merdeka dari
jajahan negara asing saja sudah bersyukur.
Dan acara itu di
akhiri dengan membawa almarhum ke tempat pemakaman di mana beliau akan di kebumikan
dan di beri sambutan hormat terakhir sebelum manusia yang tadi telah
menghormatinya pulang ke kehidupannya masing-masing.
Selamat jalan
pejuang !!! Jasamu sangat berarti bagi kami !!! Selamat Jalan Pahlawan !!!