1. Hindari membuat sesuatu (objek) menjadi dalang atau yang
bersalah
Beberapa
di antara kita mungkin pernah melihat atau mengetahui bahwa terapis yang sedang
melakukan terapi kepada klien yang di terapi, memengaruhi klien bahwa objek
yang mengganggunya atau membuatnya ketergantungan dan celaka adalah sesuatu
yang jahat, HINDARI !!!
Salah
satu contoh hal yang biasa di lihat di dalam kehidupan anak dan orang tua,
bahwa jika anaknya jatuh, maka orang tua lalu memukul lantai dan mengatakannya
nakal atau yang salah, justru sebaliknya sebagai terapis bijak kita harus
menuntun dia melepaskan apa yang menjadi keluhannya secara bijak sana dan tanpa
memihak benar atau salah, karena jika ini terjadi maka konseling dan therapy di
anggap gagal meski anda berhasil menerapinya.
2.
Hindari membuat merubah realita pada objek
“dan
ketika nanti anda sudah membuka mata anda bisa merasakan rokok yang anda hisap
sebelumnya berasa dan berbau seperti telur busuk, semakin anda menyedotnya
semakin anda ingin mual dan muntah dan begitu pula ketika anda menghirup
asapnya” HEI YOU WANNA KILL THEM ??? STOP IT !!! realita dalam pikiran memang
bisa di rubah tetapi jika realita didalam pikiran itu di rubah maka apa yang
terjadi jika ia mengalami benturan sosial di sekitarnya ?
Jika
dia lantas berhasil, dan secara tanpa sengaja menghirup asap rokok orang lain
lalu anchor yang sudah di pasang secara otomatis merespon apa yang menjadi
realita pikirannya, apakah itu yang di namakan berhasil secara utuh ?
Maka
dalam melakukan terapi hindari merubah realita bahwa objek tersebut menjadi
sesuatu yang berbeda TANPA memberinya peringatan atau pengamanan atas dirinya
sendiri.
3.
Hindari merubah realita pada kejadian yang pernah di
alaminya (secara extreme)
Hal
ini biasanya di lakukan dan tanpa sadar merubah realita di dalam pikiran
menyebabkan kesalahan memori dan memunculkan memori baru yang justru belum
pernah ada di realita sesungguhnya, dan hal ini tentu sangat membahayakan.
Karena merubah realita seperti yang
sudah saya jelaskan di nomor dua, menyebabkan realita pikiran dan realita
kenyataan bisa tertukar, yang bahayanya jika hal ini di gunakan untuk permainan
kejahatan, bisa menimbulkan kasus yang lebih parah atau paling tidak kasus satu
tak kunjung sembuh malah timbul masalah baru.
Jika
ingin merubah realita yang ada, sebenarnya bisa contoh :
Dalam
kasus phobia kecoa, kita bisa membuat dia menyadari kejadian dan menerima
kejadian itu dan berdamai dengan masa lalunya agar masa sekarang ia mengalami
rasa yang lebih nyaman.
Tetapi
yang salah adalah jika terlalu merubah realita yang ada, bahwa kejadian itu
lalu kita ganti bahwa dia telah memukul kecoanya atau mampu membunuh kecoanya
dengan sekali pukul, padahal realitanya tidak seperti itu, ini justru menyalahi
aturan yang tidak ada menjadi ada
(ini
baru kasus phobia kecoa, kalau kasus lebih besar bisa menjadi pasal seperti
kasus “Anand Krisna”)
Demikianlah 3 nomor
yang saya ingin tegaskan, semoga anda yang bijak dan boleh memahami sedikit
cuilan kata-kata saya yang sangat kurang sempurna ini, maaf kata, trimakasih
dan sampai jumpa kembali di tulisan saya berikutnya....